Senin, 13 Juni 2011

Membina Kebajikan, Karya dan Ucapan Suci

Oleh: Y.M.Maha Sesepuh Wang Che Kuang

Cuplikan Bimbingan pada Kelas Penataran Cahaya Buddha-Medan, 1999
Sesungguhnya untuk apa manusia bersusah-susah hidup di dunia? Apa yang ingin dicapai dalam kehidupan? Sekian puluh tahun berjuang, untuk apa mempertahankan hidup ini? Baik sebagai orang yang membina maupun tidak, bagaimana kita melewati dan mengisi waktu yang sekian puluh tahun itu? Berbagai kesusahan dan penderitaan kita alami sehingga diibaratkan juga sebagai lautan samsara, bagaimana mencapai kebahagiaan di tengah itu? Apa makna dan tujuan hidup manusia? Bagaimana agar hidup saya tidak sia-sia dan terbuang? 

Berbagai pertanyaan seperti ini mestinya di pertanyakan sekarang juga. Jika tidak, bakalan akan mengecewakan diri sendiri, menjalani hidup dengan bingung tanpa tujuan, tak tahu arti kehidupan.

Janganlah sampai kita menyia-yiakan hidup ini. Camkanlah bahwa sulit untuk bisa terlahir sebagai manusia. Betapa beruntungnya kita hari ini telah memperoleh badan manusia. Di antara berbagai jenis makhluk, manusialah yang paling mudah memperoleh ketuhanan. Bahkan arwah-arwah dan dewa-dewi sekalipun harus meminjam tubuh manusia untuk memperoleh inisiasi. Berarti badan manusia sangat penting nilainya.

Sebagai manusia yang sungguh bijak, marilah kita menggunakan badan jasmani ini untuk hidup sebaik mungkin. Pergunakan waktu yang hanya ada sekian puluh tahun itu untuk berbuat sesuatu yang berarti. Jangan sampai pada detik-detik terakhir baru menyesal kerena telah sia-sia melewati hidup maupun menghelas nafas panjang mengatakan aku membina tapi tak ada nilai yang aku peroleh. Semua penyesalan menjelang akhir kehidupan, sudah tak berguna lagi.

Di berbagai belahan dunia terutama negara barat mereka itu sangat gandrung terhadap sebuah ilmu yang baru yaitu ilmu tentang kematian. Sebuah universitas yang terkenal di Taiwan juga membuka suatu mata kuliah itu yaitu mata kuliah tentang kematian, dan banyak pula ahli seperti profesor dan dokter yang ingin meneliti seluk-beluk kematian. 

Apa yang di anggap mereka mata kuliah baru, susah sering kita bicarakan. Siapakah di antara kita yang tak mengalami kematian? Tak peduli berapa usia kita, suatu hari kita akan menghadapi kematian. Jadi dalam pandangan orang arif, sekarang di hadapan saya adalah seonggok tanah, Seandainya kita bisa menerobos waktu ke depan, 100 tahun kemudian yang ada di gedung ini tinggallah seonggok tanah. 

Sungguh tragis dan kejam hidup ini, tapi tak ada pilihan untuk kita menolak.

Kematian adalah satu gerbang yang akan kita lewati, tetapi cara matinya ada 3. Yang pertama adalah mati tak rasa artinya mati tak kenal dan tak berarti, setelah lewat beberapa hari sudah dilupakan, tak meninggalkan kesan sedikitpun juga bagaikan melempar batu kelikir. Yang kedua adalah mati gembira, begitu meninggal orang-orang bertepuk tangan gembira. 

Orang yang seperti itu sungguh sangat dikasihani. Semasa hidup ia semena-mena dan merajarela, begitu meninggal semua orang merasa lega. Kedua cara itu jangan diikuti, marilah kita memilih cara yang lain meninggalkan dunia dengan mulia dan gegap gempita, mewariskan nama yang harum. Meskipun itu bukan hal yang gampang.

Jadi, hidup yang sesungguhnya adalah abadi, tiada lahir dan mati. Demikianlah orang yang berhasil di dalam pembinaan dalam mencapai hidup keabadian yang tak mengenal lahir dan mati. Kalau kita meninggal dunia tanpa dengan nama harum maka kebalikannya adalah nama yang buruk di dunia. 

Bagaimana caranya agar kita bisa meninggal dengan nama harum? Inilah topik yang akan kita bahas berikut ini.

Ada 3 point kebajikan yaitu: Kebajikan prilaku, kebajikan karya dan kebajikan ucapan. Ketiga hal ini bagi orang awam mungkin akan terasa sulit menegakkannya, tetapi lain ceritanya bagi kita yang sudah memperoleh satu petuntuk inisiasi dan menlakukan tugas Tuhan. 

Satu inisiasi Guru Sejati memberi kesempatan menegakkan kebajikan dalam prilaku, karya dan ucapan. Mengapa ada orang yang mampu mengisi hidupnya sehingga meninggalkan nama yang harum, tetapi ada pula yang begitu meninggal dunia malah menyebarkan nama buruk ataupun tak di kenal sama sekali.

Kini berkat diturunkannya jalan ketuhanan ke dunia, terbukalah berkesempatan berdana, beramal dan membina, melunasi dosa karma, menunaikan ikrar dan kita bisa berpartisipasi dalam misi unifikasi Buddha Maitreya. 

Pada zaman dahulu sulit mendapatkan kesempatan untuk menegakkan 3 kebajikan ini.
Bagaimana agar kita meninggal dunia dengan nama harum dikenang banyak orang? 

Mari kita lihat sebuah fakta. Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci dengan penuh welas asih telah datang ke dunia atas wahyu LaoMu menyampaikan satu hukum Ketuhanan tertinggi alam semesta bahwa percikan roh tuhan ada dalam diri kita. Tuhan Maha Sempurna, Maha Bajik, beramal kebajikan bukan terdapat di luar melainkan memang sudah menjadi potensi di dalam rohani jiwa kita. Kalau kita menginsafi sampai ke point ini, kita akan terharu. 

Bayangkan, segala mustika yang paling ternilai ada di dalam diriku.
Rohani atau hati nurani ada dalam kita sinonimnya adalah kebajikan, jadi melaksanakan 3 kebajikan itu berarti mengujudnyatakan mustika yang tersimpan di dalam diri. Saudara, marilah kita memberikan satu afirmasi ke dalam diri bahwa kebajikan prilaku, karya dan ucapan pada dasarnya sudah kita miliki, lalu mengapa selama ini kita terjerat dalam arus samsara? 

Karena kita memiliki segala potensi itu tetapi tidak menggunakannya, kita hanya menggunakannya dalam kesalahan dan kekeliruan, berbuat dosa. Kita tidak mau membentuk pribadi yang baik, berkarya yang baik dan berucap kata yang baik. Selalu sibuk mencari segala sesuatu bersifat sementara. Ingatlah, segala yang bisa di lihat oleh kedua bola mata, yang bisa di dengar oleh telinga, yang bisa digenggam, yang bisa dibaui, bahkan yang engkau pikirkan juga bersifat sementara dan semu. Kalau yang kita cari bersifas semu tentu hasilnya semu pula.
Kita kutip 2 kalimat yang sangat terkenal dalam agama Buddha, “pengabdian seorang Buddha bagaikan ilusi, wadah pembinaan bagaikan bulan di air”. Itu adalah 2 pernyataan yang mengungkapkan hal-hal yang maya. Sampai kepada pekerjaan seorang Buddha, hal -hal yang bersifat ilahi, juga disebut bersifat sementara, apalagi di luar itu.

Roh pemberian Tuhan, anugerah Tuhan, hati nurani, inilah yang abadi, selain itu tak ada yang abadi. Kalau semua itu juga tak abadi, lantas bagaimana aku membina kebajikan dan karya? Memang badan saya bersifat sementara, tetapi yang dibalik yang sementara itu masih eksis sesuatu yang bersifat abadi, itulah roh hidup dari Tuhan. Roh Tuhan yang ada di dalam diri badan saya inilah yang mengendarai badan saya ini agar dia bisa berkarya dan berdedikasi kepada umat manusia. Inilah yang dikatakan membina kebajikan, membangun karya dan membina ucapan.

Tanpa badan ini, bagaimana anda bisa punya alat, sarana untuk membina kebajikan. Terkadang badan jasmani sangat menjengkelkan, tetapi dia juga sangat perlu kita sayangi. Memang badan ini pula yang membuat kita berbuat jahat dan dosa. Badan inilah yang telah menggoda kita. Tapi kalau anda membina dengan sungguh-sungguh, anda mengendalikan badan ini dengan baik, membina kebajikan, karya suci dan ucapan. Badan ini sebagai alat yang membantu anda mencapai kesucian. Inilah kuncinya.

Mengapa susah-susah hidup di dunia? Bagaimana agar hidup kita bermakna? Bagaimana kita menjalani kehidupan ini agar tak sia-sia dan membina tak sia-sia? Yaitu membangun kebajikan, karya suci dan ucapan suci. Kalau kita tidak membina prilaku yang suci dan pribadi yang saleh, sungguh hidup kita sia-sia. Akhirnya kita tak beda dengan rumput ilalang di tempat yang sepi. 99% manusia hidup di dunia, hidup tak ada pengabdian dan pengorbanan, begitu meninggal orang pun melupakannya.

Ada segelintir yang membuat kita ingat, tetapi yang diingat adalah karena kejahatannya. Ada juga segelintir manusia setelah meninggal kita mengenang budi jasanya dan pengabdiannya. Tentunya kita mesti memilih yang terbaik, nama harum di dunia. Setiap orang bisa hidup kekal abadi. Jangan meremehkan diri sendiri. Karena setiap orang memiliki potensi yang telah kita bawa sejak lahir, membangun kebajikan, karya dan ucapan.

Tahukah beda antara seorang Buddha dengan manusia awam? Kalau dari segi rohaniah, aku sejati, rohani yang ada pada seorang Buddha dan manusia itu identik. Lalu mengapa seorang Buddha bisa mencapai kebuddhaan? Karena semasa hidup di dunia sebagai manusia biasa, dia mau membangun kebajikan, karya suci dan ucapan ayng baik. Sedangkan manusia awam, memang mempunyai modal kebajikan ini tetapi dia tidak mau menggunakannya. 

Berarti siapa yang dapat menggunakan modal pemberian Tuhan dialah Buddha, dialah hidup abadi. Siapa yang tidak menggunakan modal pemberian Tuhan ini, maka dia akan hidup sementara dan terbawa dalam arus roda samsara.

Kebajikan adalah prilaku yang saleh ilahi. Bagaimana agar kita memiliki kebajikan yang indah? Roh Tuhan ada dalam diriku. Tuhan Maha Indah, Maha Kebajikan, Maha Sempurna. Dan sifat yang Maha Kebajikan, Maha Indah dan Maha Sempurna ini ada sebagian di dalam diri saya. Engkau sudah mengaku diri sebagai manusia makhluk termulia, haruslah membangun kebajikan.

Sifat yang sudah ada di dalam diri kita memang sudah selayaknya untuk dikembangkan. Berarti kita memenuhi kewajiban dan kodrat. Jadi kalau kita punya sikap dan kebajikan yang indah, itu hal yang wajar. Karena Tuhan Yang Maha Indah, Maha Bajik dan Maha Sempurna itu roh-Nya ada di dalam diri saya. Kalau kita tidak mengembangkan dedikasi dan sifat-sifat kebajikan ini kita adalah anak durhaka, membelakangi sifat diri yang azali.

Dalam setiap tindakan dan ucapan, cobalah renungkan terlebih dahulu. Apakah Tuhan akan berbuat seperti ini, apakah Tuhan akan berucap seperti apa yang akan saya ucapkan? Misalnya pada saat anda merasa curiga, coba pikir kembali apakah Tuhan pernah merasa curiga? 

Tuhan tidak curiga, kalau saya penuh kecurigaan sedangkan percikan roh Tuhan ada di dalam diriku bukankah berarti saya telah membelakangi Tuhan? Demikian pula pada saat anda hendak membenci seseorang, bertanyalah apakah Tuhan suka membenci. Kalau saya tetap juga membenci tak perduli dengan suara nurani, bukankah saya telah menyedihkan Tuhan? Hati nurani akan terkutuk. Tuhan tak merasa iri, benci dan curiga, tapi kita sengaja iri, benci dan curiga, bukankah akan terhukum?

Membangun karya suci berarti menguntungkan orang lain, tidak menuntut imbalan dan pamrih. Untuk apa hidup di dunia kalau bukan untuk membantu, menguntungkan dan menolong orang lain. Percikan roh Tuhan ada di dalam diriku, keabadian dari berbuat kebajikan juga ada di dalam diriku. Asalkan telah menemukan nurani, hidup kita di dunia adalah untuk menolong umat manusia.
Mungkin akan terbesit dalam pikiran kita, kalau begitu berarti saya dirugikan, bodohlah saya, mengapa dia tak menguntungkan saya, mengapa dia tak berkorban untuk saya, mengapa saya yang harus berkorban untuk dia? Dia saja tak berkorban untuk saya, untuk apa saya membantu dia? 

Itulah penyakit yang telah menghinggap di hati manusia, semua orang berpikir seperti itu. Kalau seseorang memberikan bantuan, menolong atau melayani orang lain, inilah kehendak Tuhan, inilah hati seorang Buddha, hati seorang Suci. Lihatlah langit dan bumi yang telah menguntungkan umat manusia ribuan tahun tetapi adakah mereka menuntut imbalan? Setelah menciptakan alam, Tuhan juga memberikan kehidupan dan segala kenikmatan kepada manusia, tetapi adakah Tuhan menuntut imbalan dari manusia?

Membangun karya suci berarti memberikan kontribusi kepada masyarakat, negara dan dunia. Ini merupakan panggilan nurani. Kalau anda seorang yang bernurani memang sewajarnyalah anda berkarya. Dan ada satu hal yang terjadi, begitu anda menolong orang lain anda sendiri akan merasa bahagia. 

Semakin banyak pengabdian dan dedikasi kepada masyarakat, maka anda akan semakin merasa bebas-leluasa karena telah memenuhi panggilan nurani.

Orang-orang awam umumnya berusaha mengumpulkan dan memasukan sebanyak-banyaknya untuk dirinya sendiri, kalau disuruh mengeluarkan akan terasa aneh dan janggal. Sikap hidup seperti ini telah membelakangi kehendak Tuhan. 

Marilah sadari. Orang yang hidup hanya demi kepentingan diri sendiri, individualis, akhirnya akan sama seperti rumput ilalang. Tetapi jika anda berupaya untuk menolong orang lain, membantu pekerjaan dan tugas-tugas Tuhan, maka pada saat masih hidup pun anda telah mencapai keabadian.

Bagaimana agar ucapan kita abadi? Ucapan yang berlandaskan kehendak Tuhan dan nurani, itulah yang abadi. Kalau kita mengeluarkan kalimat dan mampu menyadarkan orang lain, membuat nurani bertambah cemerlang, itulah ciri-ciri kalimat yang abadi. Ucapan yang tidak sesuai dengan nurani adalah omong kosong. Boleh dikatakan, 90% ucapan manusia adalah omong kosong, perkataan yang semu dan khayal. 

Tetapi kata-kata para Nabi dan Buddha selalu bersifat kekal abadi, misalnya kalimat,“Buddha dalam kata-kata dan wujud rupa bukanlah Buddha sejati”. Ini merupakan salah satu contoh kalimat bernurani. Sekarang kita telah mendapatkan satu petunjuk inisiasi sejati, satu sentuhan nurani, kita telah memiliki syarat untuk membangun ucapan dan ajaran-ajaran sejati.

Kalau setiap orang hidup dalam kebenaran prilaku dan ucapan suci, dalam setiap kesempatan selalu berbuat yang baik, berucap kata baik dan sering menolong sesama, kita tak perlu takut pada bencana yang bakal datang. Bencana itu tak ada hubungannya dengan diriku. Meskipun bencana sudah tiba di depan mata, kita tidak akan merasa apa-apa. 

Karena setiap hari yang kita lakukan adalah keabadian, hidup dalam keabadian, bencana tidak bisa menyentuh keabadian. Katakanlah bencana tiba, paling-paling hanya merusak badan jasmaniku. Tidak bisa memusnahkan kebajikan, karya dan ucapan yang abadi. Bencana tak mampu membumihanguskan hati nurani pemberian Tuhan.

Tapi jika sebaliknya setiap hari selalu merugikan orang lain, berbuat hal-hal yang egois, maka apa yang kita capai adalah sesuatu yang bersifat sementara, yang menjadi tujuan kita juga sementara. Kalau sudah demikian, manusia menjadi takut terhadap bencana. Karena begitu bencana datang, apa yang kumiliki menjadi musnah. Begitulah orang yang berjuang, mencari sesuatu di dalam kepalsuan, sementara, maka dia akan tenggelam di dalam kepalsuan itu.

Marilah berucap kata dan berbuat sesuai nurani. Dari hari ke hari kita membina ucapan dan karya yang baik. Dalam amanat suci tertulis, bila bencana tiba, segalanya akan terbawa bagaikan arus di sungai. Kalau anda bertekad tinggi mencapai Buddha dan keabadian, jangan mengikuti langkah orang awam. Jalan Ketuhanan telah diturunkan ke dunia, misi penyelamatan telah digelarkan dan kita telah mendapatkannya. Kalau kesempatan ini diabaikan maka tidak ada yang kedua kalinya lagi.

Tahukah kita bagaimana para suci dahulu mencapai kesempurnaan? Mereka telah merelakan segala yang bersifat fana. Maka selagi hidup, kita harus belajar untuk bisa merelakan, tak perlu tercekat. Badan saja bukan milikku apalagi yang di luar badan ini. Kunci untuk menerobos keluar dari cengkeraman kematian telah dibukakan untuk kita. Satu inisiasi dari Guru Sejati telah membukakan pintu menuju keterbebasan abadi.
Sumber: Majalah Cahaya Maitri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar