Minggu, 12 Juni 2011

Mengasihi Alam, Mengasihi Kehidupan Sendiri


Mengasihi alam adalah mengasihi diri sendiri, mengapa demikian? Sebab pada hakekatnya langit, bumi, manusia, dan laksa benda di alam semesta adalah satu kesatuan yang bulat, yang tak boleh kurang satu pun dari keempatnya. Jika hanya ada unsur langit, bumi, dan laksa makhluk, namun tidak ada unsur manusia, keberadaan alam menjadi tidak bermakna. Sebaliknya, tanpa langit dan bumi, manusia dan laksa benda tidak akan dapat eksis. Demikian pula bila hanya ada langit, bumi, dan manusia, namun tidak ada laksa benda lainnya, manusia tak mungkin dapat bertahan hidup dan alam raya pun menjadi ruang hampa yang penuh kesunyian. Langit, bumi, manusia, dan laksa benda adalah empat komponen pembentuk alam semesta yang saling bergantung dan berkaitan erat. Sebagai bagian dari alam, manusia tidak boleh hidup eksklusif dari alam. Namun materialisme, utilitarianisme, dan teknologi telah membuat manusia berseru lantang mau menaklukkan alam semesta! Begitu manusia menyatakan diri beroposisi dengan alam, mak selangkah demi selangkah – pelan namun pasti – manusia telah membawa masa depannya ke dalam jurang kehancuran!

Pada hakekatnya langit bagaikan otak, bumi bagaikan tulang, otot, dan pembuluh darah, sedangkan manusia adalah badan jasmani, sementara laksa benda adalah mata, hidung, telinga, mulut, alis, rambut, tangan, dan kaki. Perpaduan semua bagian dan organ inilah yang membentuk tubuh seorang manusia yang utuh. Demikian pula adalah perpaduan keempat komponen: langit, bumi, manusia, dan laksa benda yang membentuk alam menjadi alam semesta raya yang sempurna. Sebagai bagian dari alam, manusia harus hidup sejalan dan seirama dengan alam, dan inilah kebenaran hidup. Perilaku yang dibuat-buat, sikap munafik, egoisme, keakuan, keserakahan, kejahatan, nafsu, dan ambisi yang berlebihan adalah bertentangan dengan kebenaran alam.

Menyaksikan keindahan, keharmonisan, keseimbangan, dan keselarasan serta efisiensi alam yang sempurna, kita hanya dapat berdecak kagum akan kebesaran dan keagungan Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Pengasih! Surya, rembulan, dan bintang yang gemerlang, samudera dan daratan yang luas, gunung yang tinggi menjulang, sungai yang tak henti mengalir, langit yang biru, awan yang putih, pohon yang rindang, rumput yang hijau, bunga yang indah berwarna-warni, dan harum semerbak, unggas yang terbang di angkasa, hewan yang berlarian di hutan, ikan yang berenang di air, serta angin, hujan, embun, pelangi, dan kilauan senja, adalah lukisan alam yang indah menakjubkan, adalah manifestasi energi kehidupan alam yang paling nyata!

Sayang sekali, karena arogansi, kesombongan, dan ketidaktahuan, manusia menganggap diri sebagai penguasa dan penakluk alam, dan tidak pernah mau menghargai kehidupan makhluk lain. Menganggap adalah haknya untuk menguasai dan mengeksploitasi kehidupan makhluk dan benda lain sekehendak hatinya. 

Bertolak dari pandangan ‘Manusialah yang termulia’ yang egoistik, manusia merusak alam dengan semena-mena, bahkan menghambur-hamburkan sumber daya alam tanpa rasa sayang sedikit pun. Namun, begitu manusia mencoba menghancurkan alam, yang terjadi adalah manusia menghancurkan dirinya sendiri! Ketika manusia menghambur-hamburkan sumber daya alam, yang terjadi adalah manusia sedang menyia-nyiakan hidupnya sendiri. 

Adalah sebuah fakta yang tak terpungkiri bahwa manusia adalah alam semesta itu sendiri. Manusia adalah bagian dari kesatuan alam yang tak terpisahkan. Baik makhluk unggas, yang merayap, atau yang hidup dalam air, adalah denyut nadi dan nafas kehidupan alam yang paling nyata, dinamis, dan hidup!

Gugusan gunung yang asri, bumi yang hening-diam, rerumputan yagn menghijau, pepohonan yang rindang, langit biru yang luas tanpa batas, awan yang indah dengan sejuta bentuk, telaga yang hening bagaikan cermin, dan langit dengan bintang-bintang yang gemerlapan, adalah keindahan alam yang hening. 

Sementara burung yang beterbangan, ikan yang berenang ke sana ke mari, hewan yang berlarian dalam keriangan, dan gemericik mata air, sungai yang mengalir deras, samudera yang bergelora, serta berdesirnya angin, rintik-rintik hujan, gemuruh guntur, kicauan burung, kokok ayam, dan nyanyian serangga, adalah keindahan alam yang dinamis.

Alam semesta, langit, bumi, makhluk dan benda tidak berbicara, dan manusialah yang menjadi penyampai kata. Manusialah yang berkewajiban menerjemahkan segala keindahan alam. 

Manusialah yang harus menjadi ‘juru bicara’ alam semesta. Tetapi bukan berarti manusia menjadi juru alam dalam segala-galanya. Manusia tidak berhak menentukan masa depan dan nasib makhluk lain. Hidup-matinya semua makhluk tidak berada di tangan manusia.

 Manusia harus hidup berdampingan dengan makhluk lain di bumi yang satu dan sama ini. Manusia harus menyadari betapa ia dan makhluk lain berasal dari satu akar yang sama, sehingga tidak semestinya saling membinasakan. Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang berakal budi dan termulia, sudah semestinya manusia memiliki rasa cinta dan belas kasih terhadap semua makhluk. 

Dengan demikian barulah manusia pantas dihormati sebagai makhluk yang berbudi dan termulia. Janganlah manusia menempatkan diri di atas segala-galanya, lalu dengan sekehendak hati membunuh makhluk lain. Konsep pengagungan diri demikian adalah sangat keliru dan tidak etis. 

Jangan lupa bahwa langit dan bumi bagaikan kedua orang tua kita, sementara makhluk lain adalah saudara. Oleh sebab itu mengasihi alam adalah sama dengan mengasihi kedua orang tua dan saudara kita, bahkan adalah mengasihi kehidupan kita sendiri!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar